thio-sunaryo: Dampak psikologis BI Rate


thio-sunaryo

This Blog will narrate who is who of thio sunaryo, a human being which love to take the air and his work as tax accounting ( it is of course after family he.. he.. he..) as well as wishing to have many friend

Dampak psikologis BI Rate

Bank Indonesia akhirnya mewujudkan impiannya menurunkan suku bunga BI Rate menjadi satu digit tahun ini. Melalui rapat dewan gubernur kemarin, bank sentral kembali menurunkan suku bunga BI Rate sebesar 50 basis poin menjadi 9,75%, di bawah level psikologis sebesar 10%. Penurunan itu merupakan yang ketujuh kali selama tahun ini dengan total 300 basis poin.
Kebijakan BI itu tentu cukup memberikan angin segar bagi industri perbankan nasional. Setelah cukup lama berada pada kondisi yang 'tidak nyaman', karena terpaksa harus menetapkan suku bunga yang cukup tinggi untuk menahan laju inflasi, menjaga interest rate differential, sehingga membuat rupiah tidak terperosok, BI kini setidaknya bisa lebih yakin dalam mengelola kebijakan moneternya.
Kendati BI Rate sudah berada di level satu digit, kondisi itu masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan posisi bunga tiga bulan di Vietnam sebesar 8%, bunga overnight di Filipina 7,5%, dan T- Bill untuk 91 hari di India sebesar 6,5%. Artinya, risiko investasi di Indonesia masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing tersebut dalam menarik dana global.
Ekonomi memang tidak lepas dari masalah persepsi. Penurunan suku bunga BI Rate menjadi satu digit bisa memberikan dampak psikologis yang cukup signifikan bagi iklim investasi. Risiko usaha menjadi lebih rendah dan kepercayaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia akan meningkat.
Namun, hal yang lebih penting disikapi dari penurunan BI Rate adalah apakah penurunan suku bunga itu mampu mendorong perbankan mengekspansi kredit lebih besar, menurunkan risiko kredit, hingga menggerakkan sektor riil? Dana-dana menganggur yang selama ini hanya ditempatkan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia bisa disalurkan dalam bentuk kredit ke sektor riil.
Upaya ini memang bukan hanya menjadi tanggung jawab BI. Ini karena di dalamnya tersangkut bidang lain, seperti iklim investasi yang kondusif, perdagangan, perindustrian, dan masalah penegakan hukum.
Penurunan BI Rate sebesar 300 basis poin telah memberikan insentif yang cukup signifikan bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kreditnya, meski hal itu harus dilakukan secara bertahap. Dampak penurunan suku bunga memang baru terasa dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan kemudian. Namun, hal itu setidaknya telah memberikan sinyal positif bagi dunia usaha untuk bisa ekspansi dengan mengandalkan dana perbankan.
Penurunan suku bunga juga akan mendorong bank maupun korporasi untuk menerbitkan obligasi guna membiayai usahanya dengan biaya yang relatif lebih rendah. Penerbitan obligasi akan sangat membantu korporasi dan bank dalam mendapatkan sumber dana jangka panjang untuk menggerakkan proyek jangka panjang seperti infrastruktur.
Momentum penurunan suku bunga BI Rate bisa juga dimanfaatkan perusahaan untuk merestrukturisasi utangnya yang semula berbunga tinggi dengan sumber dana berbunga lebih rendah. Hal ini akan sangat membantu perusahaan dalam menekan biaya produksinya.
Penurunan suku bunga diharapkan bisa lebih menggerakkan mesin-mesin ekonomi. Komponen biaya dana saat ini masih menjadi beban perusahaan yang cukup signifikan, sehingga penurunan suku bunga bisa memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk mengekspansi usaha. Kita tentu berharap semuanya bisa berjalan sesuai skenario.
Source : Bisnis Indonesia 08 Dec-06

Labels:

« Home | Next »
| Next »

0 Comments:

Post a Comment