thio-sunaryo: Teknologi Sel Induk, Harapan Baru bagi Diabetesi


thio-sunaryo

This Blog will narrate who is who of thio sunaryo, a human being which love to take the air and his work as tax accounting ( it is of course after family he.. he.. he..) as well as wishing to have many friend

Teknologi Sel Induk, Harapan Baru bagi Diabetesi

Diam-diam menghanyutkan. Pepatah ini agaknya pas untuk menggambarkan penyakit diabetes mellitus yang kehadirannya kerap tak disadari oleh si penderita. Tahukah Anda, cukup banyak pengidap diabetes (diabetesi) yang tidak menyadari dirinya terserang penyakit yang lazim disebut kencing manis ini. Pada 2006, di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 14 juta diabetesi. Dari jumlah itu, hanya 50 persen yang menyadari dirinya mengidap penyakit tersebut.

Padahal, menurut dr Mulyono Soedirman SpB SpOT MBA, para diabetesi menghadapi ancaman komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya adalah problem pada anggota gerak atas dan anggota gerak bawah. Komplikasi pada anggota gerak penderita kencing manis akan memengaruhi kualitas hidup mereka karena berisiko menyebabkan kecacatan permanen, bahkan kematian. Hal inilah yang seringkali terlambat disadari oleh penderita.

Berbagai penelitian menyebutkan, di seluruh dunia setiap 30 detik terdapat satu kaki penderita kencing manis yang diamputasi. ''Tanpa amputasi, diperkirakan sekitar 4 persen pengidap diabetes berakhir pada kematian,'' kata ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini kepada para wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sebenarnya, kata Mulyono, hal tersebut bisa dicegah bila seorang diabetesi segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih dini. Karena itu, ia sangat berharap, pemerintah (Departemen Kesehatan) mempertimbangkan untuk memasukkan penanggulangan komplikasi akibat diabetes sebagai salah satu program kerja di bidang kesehatan. Ini diawali dari pencegahan dan penanganan dini dari komplikasi di pusat layanan kesehatan masyarakat tingkat pertama, seperti Puskesmas.

Seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran, kini dikembangkan teknologi sel induk (stem cell) bagi penderita diabetes. Teknologi ini diharapkan bisa menjadi terobosan baru dalam pengobatan penyakit diabetes. Ini merupakan salah satu metode dalam dunia kedokteran yang membantu proses regenerasi sel. Proses ini memungkinkan sel-sel tubuh yang rusak bisa kembali normal. Sel yang rusak melakukan peremajaan dan mengalami proses pematangan.

Teknologi sel ini, menurut dr Santoso Cornain MD DSc dari Laboratorium Imunopatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), mempunyai potensi besar untuk digunakan dalam pengobatan komplikasi akibat diabetes. Teknologi ini, kata dia, sudah diaplikasikan dalam pengobatan berbagai macam penyakit, termasuk diabetes, di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Thailand. Ini merupakan terobosan baru dalam bidang biologi kedokteran yang terus mengalami kemajuan. Hanya saja, hingga saat ini belum dilaksanakan di Indonesia.

Santoso mengatakan, sel-sel induk yang dibiakkan dari jaringan -- baik jaringan embrionik maupun jaringan dewasa -- bisa dimasukkan ke dalam tubuh pengidap diabetes untuk menggantikan sel-sel yang telah rusak karena serangan penyakit. Misalnya, sel-sel beta pankreas pada pengidap diabetes tipe I yang telah rusak atau mengalami penurunan fungsi bisa diganti dengan sel induk pankreas yang diambil dan dibiakkan dari sel-sel beta pankreas yang masih berfungsi baik.

Sel-sel dari jaringan bukan pankreas seperti sel oval dari hati dan sel sumsum tulang pun bisa menjadi kluster dari sel induk yang menyerupai sel-sel beta pankreas dan berfungsi sesuai dengan kebutuhan penderita penyakit diabetes. Setelah dikembangbiakkan ternyata sel-sel itu berdiferensiasi dan mampu memproduksi insulin serta hormon lain yang sebenarnya diproduksi oleh sel alfa pankreas. ''Teknologi sel ini memang relatif baru, tapi potensial,'' tutur Santoso.

Namun ia mengakui, penerapan teknologi sel ini berisiko menimbulkan dampak negatif pada fungsi organ tubuh lain. Karena itu, ia mengingatkan, teknologi ini harus tetap dilakukan dengan panduan yang ketat. Sebab, pembiakan sel induk dari sel embrionik biasanya sulit terdiferensiasi. Penempatan sel induk juga berpotensi menumbuhkan tumor.

Pemasukan sel induk ke dalam tubuh untuk pengobatan juga seringkali menyebabkan penolakan dari tubuh sehingga si penerima harus terlebih dulu disuntik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi penolakan tersebut. ''Ini bisa membuat si pasien lebih rentan,'' katanya. ''Karena itu, bila Indonesia ingin mengembangkan metode pengobatan dengan teknologi sel induk ini, harus benar-benar menyiapkan panduan yang ketat.''(bur )

© 2006 Hak Cipta oleh Republika Online
Hangtuah Digital Library

Labels:

« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »

0 Comments:

Post a Comment